Minggu, 21 April 2019

RESENSI BUKU



IDENTITAS BUKU :

JUDUL                : KONVERGENSI MEDIA           
PENULIS            : DUDI ISKANDAR
TEBAL                : 333 Halaman                                          
PENERBIT         : ANDI
TAHUN               : 2018                  






NAMA       :  SHEILA RAHAYU NURANI
NIM            : 1871511216




Buku ini menjelaskan tentang perubahan pada media massa yang disebabkan oleh konvergensi media serta mengupas tuntas teks, praktik wacana, dan praktik jurnalisme kontemporer dalam konvergensi media. Media yang diangkat oleh penulis pada buku ini yaitu: Kompas Grup, Media Grup, dan MNC Grup. Ketiga media tersebut sama-sama memproduksi wacana pada Kampanye Pilpres 2014. Pada saat itu realitas jurnalisme dihiasi kepentingan non-jurnalisme (kepentingan politik), sehingga kampanye pilpres tersebut tidak berjalan dengan adil, netral, dan objektif karena telah banyak data yang di palsukan oleh media untuk mengamankan politik pilihannya.

Buku ini terlalu padat dengan tulisan sehingga mebuat pembaca bosan, namun untuk tulisannya menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pembaca. Buku ini bagus untuk referensi tugas kuliah.


KONVERGENSI MEDIA

            Media massa mengalami beberapa tahap perubahan, 
transformasi,dan bahkan bermetamorfosis. Roger Fiddler menyebut fase berbagai perkembangan media dengan nama mediaformosis. Mediamorfosis memiliki tiga konsep yaitu: koevolusi, konvergensi, dan kompleksitas. Jika sebelumnya setiap jenis media massa berdiri sendiri atau memiliki organisasi dan manajemen mandiri, kini mereka bergabung dalam satu kesatuan yang dikenal dengan konvergensi.
            Konvergensi media adalah konsep yang ambiguitas. Istilah ini dipergunakan secara berbeda. Di satu sisi, ia sebagai tempat bertemu (jaringan, berkumpul termasuk untuk wilayah social). Konvergensi bukan hanya penyatuan konten, sebuah peristiwa bisa muncul di berbagai media yang berada dalam satu perusahaan. Tetapi juga penyatuan dalam satu induk perusahaan media. Seperti MNC Grup, contohnya, menaungi MCTV, Koran Sindo, Sindo News.com. Selain MNC Grup yang sudah melakukan konvergensi secara lengkap (cetak, elektronik, dan situs), adalah Kompas Grup dan Media Grup. Kompas Grup membawahi Koran Kompas, Kompas.com, dan Kompas Tv, sementara itu, Media Grup membawahi surat kabar Media Indonesia, Metro TV, dan MetroTVnews.com. Grup Media Lain seperti Tempo memiliki blog.tempo, Detik.com memiliki forumdetik.com, dan sebagainya.
            Konvergensi media ternyata bukan hanya berpengaruh perubahan proses jurnalistik, tetapi juga berpengaruh pada aspek kehidupan. Singkat kata, konvergensi media bakal menghadirkan konstruksi social media baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Banyak cara yang dilakukan media dalam memproduksi wacana, antara lain: signing (penggunaan tanda-tanda bahasa, baik verbal maupun non vebal), framing (pemilih wacana berdasarkan pemihakan dalam berbagai aspek wacana), priming (mengatur ruang dan waktu untuk mempublikasikan wacana dihadapan khalayak). Tiga strategi itu kian memperkuat efek, pengaruh, dan juga makna siaran, tayangan, dan tulisan yang diprouksi konvergensi media terhadap masyarakat.






  • KONVERGENSI MEDIA DI INDONESIA
1.      Kompas Grup
Cikal bakal kompas group adalah harian kompas yang pertama kali terbit 28 Juni 1965. Kompas.com pertama kali hadir pada tanggal 14 September 1995 dengan nama kompas online. Menurut Ibnu Hamad, ada tiga strategi dan gaya kompas dalam mengupas sesuatu yang positif, yaitu: Model Jalan Tengah (MJT), Model Angin Surga (MAS), Model Anjing Penjaga (MAP).
2.      Media Grup
Media Group bermula dari harian media Indonesia yang kini merupakan Koran nasional. Koran Media Indonesia terbit sejak 19 Januari 1970. Awalnya Media Indonesia terdiri dari empat halaman dengan tiras yang masih terbatas.
3.      MNC Grup
PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC), hingga kini mengoprasikan empat (RCTI, MNCTV, GlobalTV, iNews TV) dari 11 stasiun free-to-air dan memiliki bisnis inti dalam memproduksi dan mendistribusikan isi berita televisi.




MEDIA SEBAGAI IDEOLOG DAN  

AKTOR POLITIK

            Teori wacana Michel Foucault, ada beberapa istilah kunci. Selain wacana, ada juga isilah episteme, kuasa, pengetahuan arkeologi, dan genealogi. istilah-istilah tersebut sulit dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Epistemologi yang berkenanaan dengan praktik  wacana dan aturan main yang berada di baliknya adalah yang dikenal dengan arkeologi pengetahuan. Sementara itu, genealogi menjadi model analisis yang melihat relasi antara pengetahuan dan kekuasaan dalam satu bingkai wacana  dala satu situasi dan kondisi tertentu. Dalam konteks inilah kekuasaan media membuat lima wacana yang diangkat dalam penelitian ini menentukan signifikansinya. Wacana-wacana itu adalah kecurangan Kampanye Pilpres, dugaan HAM Prabowo, Debat Capres-Cawapres, Konser Salam 2 Jari, dan keberpihakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
            Ideologi adalah makna yang dipakai untuk kekuasaan. Kekuasaan versi Foucault yang menyebar melalui bahasa dari berbagai sector membentuk wacana yang dibuat oleh beragam media. Inilah yang disebut representasi ideology kekuasaan dalam konvergensi media seperti yang dipaparkan John B. Thompson. Model umum yang dilakukan sebuah ideologi adalah legitimasi, penipuan, dan fragmentasi. Wacana bersifat ideologis Karena menyimpan sesuatu yang tersembunyi. Artinya, selain mengonstruksi wacana, melalui berita juga menyimpan agenda ideologi media seperti yang disebukan juga oleh John B Thomas, bahwa ideologi memiliki tiga perangkat, yakni: system keyakinan yang menandai kelas tertentu, suatu system keyakinan ilusioner, dan proses umum produksi makna dan gagasan. Ideologi memiliki tiga tempat bersemayam: didalam bahasa, teks, dan 
representasi, kelembagaan material dan seluruh prakiknya, serta disetiap afeksi dan kognisi seseorang.
  • Kontestasi Media
Pada kampanye pilpres 2014 sangat terasa pilihan-pilihan politik media terhadap pasangan tertentu. Artinya media akan melindungi pilihannya dengan berita yang positive. Misalnya Media A berpihak kepada paslon B, maka Media A akan menutupi segala berita-berita negative yang berhungan dengan paslon B.
Sebenarnya keberpihakan media terhadap partai politik atau kandidat tertentu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di luar negeri pun sama saja. Banyak media yang memilih dan berafiliasi dengan partai politik atau simpatisan kandidat tertentu. Inilah salah satu risiko media dikuasai pedagang dan politisi. Hal yang harus dicermati adalah pergeseran penerapan kode etik jurnalistik pada anggota grup-grup media tersebut.





POST JURNALISM

Jurnalisme ditantang oleh teknologi komunikasi yang lebih baru yang menyebabkan jurnalisme harus menyesuaikan dirinya. Artinya, pada saat ini para jurnalisme harus bisa bersaing dengan teknologi komunikasi (online) karena masyarakat saat ini lebih banyak menggunakan media online untuk mendapatkan segala informasi.
Realitas jurnalisme ketika kampanye Pilpres 2014 yang menjadi objek penelitian menunjukkan bahwa ragam terhadap fakta sudah menjadi sesuatu yang biasa. Model keberagaman dalam kerja jurnalistik inilah bsa di potret sebagai cikal bakal fenomena post-journalism. Istilah ini berangkat dan berakar dari post-truth. Kamus Oxford mendefinisikan post-truth sebagai kondisi ketika fakta –dalamjurnalistik- tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal.
Dalam konteks hubungan media dengan jurnalistik politik realitas, khususnya kepentingan publik sangat sulit dipisahkan dari kepentingan partai politik atau kandidat ketika di bungkus oleh media televisi.
Kamus Oxford melanjutkan berdasaran keterangan editornya, jumlah penggunaan istilah tersebut ditahun 2016 meningkat 2000 persen bila dibandingkan 2015. Bahkan pada 2016, post-truth menjadi “Word of the Year” tahun 2016. Pemicu terbesar pemakaian istilah post-truthadalah pada dua peristiwa politik, yaitu keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa atau dikenal dengan istilah Brexit dan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat mengalahkan Hillary Clinton yang lebih dijagokan oleh media.
Media sosial paling mudah menyampaikan keriuhan yang menjadi ciri khas post-truth ini. Di dunia jurnalisme berita hoax adalah salah satu indikasi post-truth. Post-truth dan post-jurnalism adalah satu jalur berbeda nama. Dalam post-jurnalism tidak ada standard etika dan moralitas yang bisa dipegang. Agus Sudibyo menyebut realitas journalism ini dengan Nihilisme Moralitas Bermedia. Dalam post-jurnalism, jurnalisme terjebak dalam kontestasi dengan media sosial, khsusnya dalam proses penyebaran informasi. Kini Indonesia tengah berada di post­-jurnalism.

Minggu, 16 Desember 2018

KONVERGENSI MEDIA

RESENSI BUKU



JUDUL               : KONVERGENSI MEDIA             
PENULIS           : DUDI ISKANDAR
TEBAL               : 333 Halaman                                            
PENERBIT        : ANDI
TAHUN              : 2018                  





NAMA       :  SHEILA RAHAYU NURANI
NIM            : 1871511216

Senin, 03 Desember 2018

Apa yang dimaksud dengan tradisi fenomenologi? ( TEORI KOMUNIKASI )


Tradisi Fenomenologi
Teori-teori dalam tradisi fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. Tradisi ini memperhatikan pada pengalaman sadar seseorang.
            Tradisi fenomenologis menekankan proses interpretasi, tetapi dalam cara yang sangat berbeda daripada yang dilakukan oleh Osgood.
·        Teori Osgood :
Ø  Yang jelas-jels didadasarkan pada tradisi sosiopsikologis
Ø  Melihat interpretasi sebagai  sebuah proses intuitif, tidak sadar, kognitif, dan berhubungan dengan perilaku.
·        Teori-teori fenomenologis :
Melihat interpretasi sebagai sebuah proses pemahaman yang sadar dan hati-hati. Fenomenologis secara harfiah berarti penelitian tentang pengalaman sadar, dimana interpretasi mengambil peranan yang penting.

Gagasan utama dari tradisi fenomenologis
          Istilah phenomenon mengacu pada kemunculan sebuah benda, kejadian, atau kondisi yang dilihat. Fenomenologi merupakan cara yang digunakan manusia untuk memahami dunia melalui pengalaman langsung.
            Maurice Marleu-Ponty, pakar dalam tradisi ini, menuliskan bahwa “semua pengetahuan akan duna, bahkan pengetahuan ilmiah, diperoleh dari beberapa engalam akan dunia. Dengan demikian, fenomenologi berarti membiarkan segala sesuatu menjadi jelas sebagaimana adanya.

Prinsip dasar
        Dalam tradisi fenomenologi, Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar :
1.      Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar ( kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengannya ).
2.      Makna benda terdiri atas kekuatan benda dalam kehidupan seseorang (bagaiman anda berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi anda).
3.      Bahasa merupakan kendaraan makna ( kita mengalami dunia melalui bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu ).

Proses interpretasi penting bagi kebanyakan pemikiran interpretasi. Interpretasi terkadang dikenal dalam istilah bahasa jerman dengan verstchen (pemahaman), merupakan proses menentukan makna dengan pengalaman.
Interpretasi merupakan proses aktif pikiran dan tidak kreati dalam mengklarifikasi pengalaman pribai. Intrepretasi melibatkan maju mundur antara mengalami suatu kejadian atau situasi dan menentukan maknanya, bergerak dari yang khusus ke yang umum dan kembali lagi  ke yang khusus, dikenal dengan hermeneutic circle.

Keragaman dalam tradisi fenomenologi
1.      Fenomenologi klasik
Fenomenologi klasik biasanya dihubungkan dengan Edmurd Husserl, pendiri fenomenologi modern. Husserl  yang menulis selama pertengahan abad ke-20, berusaha mengembangkan metode yang meyakinkan kebenaran melalui kesadaran yang terfokus.
Pendekatn Husserl dalam fenomenologis sangat objektif . dunia dapat dialami tanpa harus membawa kategori pribadi seseorang agar terpusat pada proses. Bertentangan dengan Husserl, para ahli fenomenologi saat ini menganut ide bahwa pengalaman itu subjektiv bukan objktiv, dan percay bahwa subjektivitas merupakan bentuk penting sebuah pengetahuan.
2.      Fenomenologi Persepsi
Maurice Merleau – Ponty, tokoh penting dalam tradisi kedua ini dihubungkan dengan apa yang disebut dengan fenomenologi persepsi. Baginya manusia merupakan sosok gabungan antara fisik da mental yang menciptakan makna di dunia, sehingga pengalaman fenomenologis apapun tentunya ojektif.

3.      Fenomenologi Hereneutik
Cabang yang ketiga agak mirip dengan kedua, tetapi tradisinya lebih luas dalam bentuk penerapan yang lebih lengkap pada komunikasi. Fenomenoogi hermeneutic dihubugkan dengan Martin Heidegger, utamanya dikenal karena karyanya dalam philosophical hermeneutics ( nama alternative bagi pergerakannya ). Filosofinya juga dikenal dengan hermeneutic of dasein yang berarti “interpretasi keberadaan”.
Hermeutika, diartikan sebagai penafsiran naskah yang sengaja dan hati-hati, merupakan dasar bagi tradisi fenomenologis dalam penelitian pesan. Hermeneutika modern dimulai pada awal abad ke-19 oleh Friedrich Schleiermacher.

Tiga teori penafsiran naskah yang paling terkenal :
1.    Paul Ricoeur
Paul Ricoeur merupakan ahli teori tentang penafsiran yang sangat bergantung pada tradisi fenomenologis dan hermeneutika. Ricoeur menyebut pemisahan naskah dari situsi sebagai pembedaan ( distanciation ). Sebuah contoh penafsiran Ricoeur adalah penelitian Barbara Warnick  tentang Gettysburg Address.
2.    Stainley Fish
Fish adalah seorang kritikus sastra yamg paling dikenal dalam bidang bahasa inggris, kajian sastra, dan media. Mengambil cara yang berbeda dari Ricouer, Fis menyangkal bahwa semua makna dapat ditemukan dalam naskah.
3.    Hans – George Gadamer
Prinsip utama dari teori gadamer adalah bahwa seseorang selalu memahami pengalaman dari sudut pandang perkiraan atau asumsi. Bagi Gadamer, penafsiran kejadian-kejadian dan objek-objek historis termasuk naskah-naskah dipertinggioleh jarak sejarahnya. Pandangan Gadamer menyatakan bahwa bahasa dan makna diiptakan melalui interaksi social. Gadamer menggabungkan fenomenologis dan hermeneutika dalam satu proses.


Dua figure penting dalam teori dialog yang karyanya berakar dari tradisi fenomenologis :
1.    Carl Rogers
Seorang tokoh bsar dari pendekatan-pendekatan terhadap hubungan manusia pada abad ke-20. Rogers adalah seorang psikolog, karyanya yang berlawanan dengan kecenderngan dari bidangnya lebih merupakan bagian dari tradisi fenomenologis dan sosipkologis.

2.    Martin Buber
Seorang tokoh enting dalam pemikiran keragaman pada abad ke-20. Buber memberikan sebuah pandangan yang logis tentang apa yang dimaksud dengan manusia dalam masa modern ini. Teori-teori dialog seperti yang dihadirkan oleh karya-karya dari Rogers dan Buber, menyatakan bahwa kita dapat mengenal dunia melalui pengalaman pribadi.


Jika anda memiliki seorang teman yang baru saja kembali dari china, apakah anda akan belajar tentang perjalanannya dengan mengirimkan email yang berisi pertanyaan atau dengan mendengarkan cerita-cerita tentang perjalanannya? Dalam situasi, sebagian besar dari kita akan memilih kontak pribadi dan pengamatan sebagai sebuah cara untuk belajar lebih banyak tentang pengalaman-pengalaman budaya. Pengetahuan inilah yang menggambarkan fenomenologi sebagai sebuah tradisi.